B. Imam Syafi sebagai sastrawan dan penyair
Imam Syafi’I selain dikenal sebagai seorang pendiri
mazhab fiqih, ia juga dikenal sebagai seorang yang mehir dalam sastra Arab, dan
ia juga mengarang syi’ir-syi;ir arab yang terkumpul dalam diwannya, yaitu Diwan
Syafi’i. hal ini tidaklah aneh, karena sebelum ia mendalami Fiqih, ia lebih
dahulu mendalami sastra Arab dengan menghafal Syi’ir-syi;ir Imri il-Qais,
Zuhaur ibn Sulma, dan Jarir. Selain itu ia belajar bahasa Arab langsung ke
kabilah Bani Huzail, salah satu kabilah yang terkenal dengan kefasihannya.
Dan imam Syafi’I juga meriwayatkan syi;ir
al-Syanfariy. Dan al-Asma’iy bertemu dengan imam Syafi’I yang kemudian ia
belajar darinya syi’ir al-Syanfarit dan syi;ir Huzail, dan juga belajar dari
imam Syafi’I riwayatnya, penjelasannya, kefasihannya, dan kegharibannya. Abu
Utsman al-Maziniy meriwayatkan: “saya mendengar al-Asma’iy berkata: saya
belajar syi’ir al-Syanfari kepada imam Syafi’I di Makkah.”
Dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, imam
an-Nawawi mengatakan, imam Syafi’I adalah seorang pakar dibidang bahasa Arab
dan ilmu nahwu. Ia belajar bahasa Arab selama 20 tahun, lengkap dengan ilmu
balghah (sastra) dan fusha (bahasa arab fasih). Padahal ia sendiri adalah orang
Arab, tinggal di Arab, dan bergaul dengan orang Arab.
Abu Na’im al-Istarbady bercerita bahwa ia mendengara
Rabi’ inb Sulaiman berkata: apabila saya melihat imam Syafi’I dan kebagusan
penjelasan dan kefasihan dia, maka saya kagum kepadanya. Dan apabila ia
mengarang kitab-kitabnya ini dengan bahasa Arabnya – bahas Arab yang ia gunakan
untuk berbicara dengan saya ketika berdiskusi, maka tidak akan mampu untuk
membaca kitab-kitabnya karena kefasihan beliau dan lafaz-lafaz ia yang jarang
di gunakan – hanya saja dalam mengarang, ia bersungguh-sungguh untuk
menjelaskan kepada orang Awam.[1]
Prof. Abdul Halim al-jundi menejlaskan mengenai gaya
bahasa yang sering digunakan Imam Syafi’i. menurutnya, ada tiga cirri utama
karya Imam Syafi’I, yaitu:[2]
1. Bahasnya
fasih, artinya
kata-kata yang dipilih adalah kata-kata yang tepat dan benar, serta mudah
difahami.
2. Kata-katanya
ringkas, maksudnya
adalah suatu karya yang menggunakan bahasa yang ringkas namun padat makna,
menunjukkan kehebatan penulisnya dibidang ilmu balaghah (sastra arab).
3. Menyentuh
perasaan pembaca, ada beberapa factor yang membuat karya-karya Imam Syafi’I menyentuh perasaan
pembaca. Diantaranya, yaitu:
a. Bakat dirinya sebagai motifator ulung.
b. Kelihaian menguntai retorika yang indah
c. Keberhasilan menelaah syair-syair
jahiliyah.
Majlis Imam syafi’I sering dikunjungi oleh para pakar
bahasa dan sastrawan. Berkaitan dengan hal ini, Imam al-Karabisi berkata, “saya
sama sekali belum pernah melihat sebuah majlis yang banyak dihadiri oleh
orang-orang besar, kecuali imam Syafi’i. dimajlis itu hadir ahli hadits, ahli
Fiqh, ahli syair, dan paka bahasa, mereka senua menimba ilmu dari majlis
tersebut.”[3]
Dan ima Syafi’I sering membaca syair, sehingga
dipembaringan saat detik-detik kematian akan menjemputnya. Mengenai hal ini,
Imam al_muzani bercerita, “saya menjenguk Imam Syafi’I di saat sakit keras.
Lalu saya bertanya kepadanya, ‘bagaimana keadaanmu pagi ini, wahai ustadz?’ Ia
menjawab, ‘pagi ini saya akan meninggalkan dunia dan berpisah dengan
saudara-saudaraku. Dan dengan kekeliruanku, saya akan menghadap Allah dan
berharap dapat meneguk secangkir air surge. Demi Allah, saya tidak tahu apakah
ruhku akan terbang ke surge dan berbahagia ataukah mampir ke neraka dan
bersedih karenya. ’” kemudia ia mendendangkan syair-syair dibawah ini:[4]
Hanya kepada-Mu, wahai Tuhan segenap makhluk,
kugantungkan harapan # meski aku sadar, diri ini berlumur dosa, wahai Dzat
pemberi Anugerah.
Ketika hatiku membatu, dan jalanku buntu # agar
selamat, kuberharap ampunan-Mu.
Engkau tak pernah bosan mengampuni dosa # Engkau
selalu bersifat mulia dan memaafkan orang yang berdosa.
Andai bukan karena-Mu, iblis tak akan sanggup menggoda
ahli ibadah # betapa tidak, Adam saja sempat dijerumuskan olehnya,
Andai Engkau mengampuniku, Engkaupun akan mengampuni
pendurhaka # yang zalim dan kejam, yang terus berkutat dalam dosa.
Namun jika Engkau menyiksaku, maka aku tidak akan
pupus harapan # karena dosaku, dalam jahannam
aku pantas dijebloskan.
Dari dulu sampai kini, dosaku memang besar # tapi
ampunan-Mu, wahai dzat pemaaf, adalah lebih besar.
[1] Sya’ban Muhammad Isma’il,
al-Tasyri’ al-Islamiy: Mashadiruhu wa Athwaruhu (Kairo: Maktabah Nahdhah
al-Mishriyah,1958), cet. 2, hlm336
[2] Ahmad nahrawi Abdus Salam
al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’I (Jakarta: Mizan Publika, 2008), cet.
1, hlm.21
[3] Ahmad nahrawi Abdus Salam
al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’I… hlm 21
[4] Ar-Razi, Manaqib Imam
Syafi’I, hlm. 113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar