Minggu, 23 Oktober 2011

Imam Syafi sebagai sastrawan dan penyair

B.    Imam Syafi sebagai sastrawan  dan penyair
Imam Syafi’I selain dikenal sebagai seorang pendiri mazhab fiqih, ia juga dikenal sebagai seorang yang mehir dalam sastra Arab, dan ia juga mengarang syi’ir-syi;ir arab yang terkumpul dalam diwannya, yaitu Diwan Syafi’i. hal ini tidaklah aneh, karena sebelum ia mendalami Fiqih, ia lebih dahulu mendalami sastra Arab dengan menghafal Syi’ir-syi;ir Imri il-Qais, Zuhaur ibn Sulma, dan Jarir. Selain itu ia belajar bahasa Arab langsung ke kabilah Bani Huzail, salah satu kabilah yang terkenal dengan kefasihannya.
Dan imam Syafi’I juga meriwayatkan syi;ir al-Syanfariy. Dan al-Asma’iy bertemu dengan imam Syafi’I yang kemudian ia belajar darinya syi’ir al-Syanfarit dan syi;ir Huzail, dan juga belajar dari imam Syafi’I riwayatnya, penjelasannya, kefasihannya, dan kegharibannya. Abu Utsman al-Maziniy meriwayatkan: “saya mendengar al-Asma’iy berkata: saya belajar syi’ir al-Syanfari kepada imam Syafi’I di Makkah.”
Dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, imam an-Nawawi mengatakan, imam Syafi’I adalah seorang pakar dibidang bahasa Arab dan ilmu nahwu. Ia belajar bahasa Arab selama 20 tahun, lengkap dengan ilmu balghah (sastra) dan fusha (bahasa arab fasih). Padahal ia sendiri adalah orang Arab, tinggal di Arab, dan bergaul dengan orang Arab.
Abu Na’im al-Istarbady bercerita bahwa ia mendengara Rabi’ inb Sulaiman berkata: apabila saya melihat imam Syafi’I dan kebagusan penjelasan dan kefasihan dia, maka saya kagum kepadanya. Dan apabila ia mengarang kitab-kitabnya ini dengan bahasa Arabnya – bahas Arab yang ia gunakan untuk berbicara dengan saya ketika berdiskusi, maka tidak akan mampu untuk membaca kitab-kitabnya karena kefasihan beliau dan lafaz-lafaz ia yang jarang di gunakan – hanya saja dalam mengarang, ia bersungguh-sungguh untuk menjelaskan kepada orang Awam.[1]
Prof. Abdul Halim al-jundi menejlaskan mengenai gaya bahasa yang sering digunakan Imam Syafi’i. menurutnya, ada tiga cirri utama karya Imam Syafi’I, yaitu:[2]
1.      Bahasnya fasih, artinya kata-kata yang dipilih adalah kata-kata yang tepat dan benar, serta mudah difahami.
2.      Kata-katanya ringkas, maksudnya adalah suatu karya yang menggunakan bahasa yang ringkas namun padat makna, menunjukkan kehebatan penulisnya dibidang ilmu balaghah (sastra arab).
3.      Menyentuh perasaan pembaca, ada beberapa factor yang membuat karya-karya Imam Syafi’I menyentuh perasaan pembaca. Diantaranya, yaitu:
a.       Bakat dirinya sebagai motifator ulung.
b.      Kelihaian menguntai retorika yang indah
c.       Keberhasilan menelaah syair-syair jahiliyah.

Majlis Imam syafi’I sering dikunjungi oleh para pakar bahasa dan sastrawan. Berkaitan dengan hal ini, Imam al-Karabisi berkata, “saya sama sekali belum pernah melihat sebuah majlis yang banyak dihadiri oleh orang-orang besar, kecuali imam Syafi’i. dimajlis itu hadir ahli hadits, ahli Fiqh, ahli syair, dan paka bahasa, mereka senua menimba ilmu dari majlis tersebut.”[3]
Dan ima Syafi’I sering membaca syair, sehingga dipembaringan saat detik-detik kematian akan menjemputnya. Mengenai hal ini, Imam al_muzani bercerita, “saya menjenguk Imam Syafi’I di saat sakit keras. Lalu saya bertanya kepadanya, ‘bagaimana keadaanmu pagi ini, wahai ustadz?’ Ia menjawab, ‘pagi ini saya akan meninggalkan dunia dan berpisah dengan saudara-saudaraku. Dan dengan kekeliruanku, saya akan menghadap Allah dan berharap dapat meneguk secangkir air surge. Demi Allah, saya tidak tahu apakah ruhku akan terbang ke surge dan berbahagia ataukah mampir ke neraka dan bersedih karenya. ’” kemudia ia mendendangkan syair-syair dibawah ini:[4]
Hanya kepada-Mu, wahai Tuhan segenap makhluk, kugantungkan harapan # meski aku sadar, diri ini berlumur dosa, wahai Dzat pemberi Anugerah.
Ketika hatiku membatu, dan jalanku buntu # agar selamat, kuberharap ampunan-Mu.
Engkau tak pernah bosan mengampuni dosa # Engkau selalu bersifat mulia dan memaafkan orang yang berdosa.
Andai bukan karena-Mu, iblis tak akan sanggup menggoda ahli ibadah # betapa tidak, Adam saja sempat dijerumuskan olehnya,
Andai Engkau mengampuniku, Engkaupun akan mengampuni pendurhaka # yang zalim dan kejam, yang terus berkutat dalam dosa.
Namun jika Engkau menyiksaku, maka aku tidak akan pupus harapan # karena dosaku, dalam jahannam  aku pantas dijebloskan.
Dari dulu sampai kini, dosaku memang besar # tapi ampunan-Mu, wahai dzat pemaaf, adalah lebih besar.


[1]  Sya’ban Muhammad Isma’il, al-Tasyri’ al-Islamiy: Mashadiruhu wa Athwaruhu (Kairo: Maktabah Nahdhah al-Mishriyah,1958), cet. 2, hlm336
[2] Ahmad nahrawi Abdus Salam al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’I (Jakarta: Mizan Publika, 2008), cet. 1, hlm.21
[3] Ahmad nahrawi Abdus Salam al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’I… hlm 21
[4] Ar-Razi, Manaqib Imam Syafi’I, hlm. 113

Tidak ada komentar:

Posting Komentar