Rabu, 26 Oktober 2011

TAWADHU’

Persoalan moral dan akhlak merupakan persoalan besar dan persoalan yang menjadikannya sebagai penentu dalam setiap gerakan, tindakan dan kebijakan. Maka persoalan moral harus mendapat perhatian semua pihak untuk menciptakan impian setiap umat dalam kehidupan.
Salah satu persoalan yang harus mendapat perhatian kita adalah persoalan TAKABUR yang berakibat dari beberapa sifat negatif, antara lain: merasa memiliki, merasa menguasai, merasa lebih, merasa mampu, merasa kuat, dll.
Akhirnya manusia sebagai makhluk Allah yang sangat diharapkan untuk dapat membangun suatu keadilan yang merupakan sumber hasanah fid dunya, tidak lagi berjalan sebagaimana diharapkan. Malah hasanah fid dunya itu sendiri menjadi korban takaburnya penghuni alam ini.
Untuk itu manusia sebagai makhluk Allah yang sangat menentukan terhadap hasanah fid dunya, rasanya wajib memiliki sifat TAWADHU’ yang akan membentuk kepribadian dan jati diri kita dalam kehidupan. Tanpa sifat ini, rasanya mustahil kita akan maju, malah akan terjadi benturan dimana-mana.
Dan Tawadhu’ merupakan salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hambanya. dengan tawadhu’, seorang hamba akan senantiasa merendahkan diri dihadapan-Nya dan seluruh ciptaannya, sehingga ia akan senantiasa terhindar dari sifat takabbur yang akan membawa ia pada kemunduran dan kehinanaan, baik dihadapan manusia maupun dihadapan Allah.
Sedangkan teladan yang paling utama yang harus selalu menjadi panutan oleh setiap umat islam ialah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah pemimpin orang-orang yang tawadhu’. Ketika beliau member tahu derajat dan posisi beliau di sisi Allah, beliau mengiringinya dengan ucapan, “…….. tanpa ada kesombongan”. Beliau bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلاَ فَخْرَ، وَبِيَدِيْ لِوَاءُ الْحَمْدِ، وَلاَ فَخْرَ، وَمَا مِنْ نَبِيٍّ يَوْمَئِذٍ آدَمَ فَمَنْ سِوَاهُ إِلاَّ تَحْتَ لِوَائِيْ، وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ، وَلاَ فَخْرَ. (رواه الترميذي)
Artinya: “Aku adalah pemimpin anak Adam pada hari Kiamat, tanpa ada kesombongan. Di tanganku ada bendera puji-pujian, tanpa ada kesombongan. Tidak ada seorang Nabi pun – Adam dan selainnya ketika itu, kecuali berada dibawah benderaku, tanpa ada kesombongan. Aku adalah orang yang pertama yang memberikan syafaat dan orang yang pertama dalam mendapat syafaat, tanpa ada kesombongan.” (HR Tirmidzi)

  A.   Pengertian Tawadhu’
Kata Tawadhu’ merupakan kata serapan dari bahasa arab, yaitu تَوَاضُعْ yang berarti التَذَلُّل. sedangkan menurut bahasa dalam kamus besar bahasa Indonesia, Tawadhu adalah rendah hati, patuh; taat. Tawadhu’ menurut istilah adalah memperlihatkan kerendahan kepada orang yang hendak diagungkan. Sedangkan menurut Hasan al-Bashri, Tawadhu’ yaitu ketika kamu keluar rumah dan melihat orang lain selalu memiliki kelebihan dibandingkan dengan dirimu.
Tawadu’ merupakan sikap rendah hati yang dimiliki oleh orang yang dapat mengendalikan nafsunya tatkala mendapat yang lebih dari orang lain, dan dapat menyebabkan orang sombong. Sikap ini akan membuahkan perilaku baik, baik kepada Allah maupun kepada sesama makhluk-Nya. Fudail bin ‘Iyad, mengatakan, bahwa orang mutawadhi’ ialah orang yang tunduk dan taat melaksanakan yang haq (benar) serta mau menerima kebenaran dari siapapun.
Yahya bin Mu’ad menegaskan, “kerendahan hati adalah sifat yang sangat baik bagi setiap orang, tapi ia paling baik bagi orang yang kaya. Kesombongan adalah sifat yang menjijikan bagi setiap orang, tetapi yang paling menjijikan jika terdapat pada orang yang miskin.”
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa tawadhu’ memiliki dua makna, yaitu:
1.     Pasrah
Tawadhu’ memiliki dua makna. Pertama,pasrah terhadap kebenaran serta menerima kebenaran tersebut dari siapa pun datangnya,baik miskin atau kaya,mulia atau hina,kuat atau lemah,lawan atau teman.
2.     Lemah lembut
Makna kedua dari tawadhu’ adalah menundukkan pundak Anda terhadap orang lain.Artinya bergaul dengan orang lain secara lemah lembut,siapa pun mereka,baik pelayan atau yang dilayani,orang mulia atau terhina.

 B.   Hidayah al-Qur’an tentang Tawadhu’
Tawadhu merupakan sifat hamba-hamba Allah. Hal ini tercantum dalam firman-Nya,
وَعِبَادُ الرَّحْمنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجهِلُوْنَ قَالُوْا سَلَمًا. (الفرقان: 63)
Artinya:
 “adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati…..”
Syaikh Abu Ali ad-daqqaq mengatakan, bahwa makna ayat ini adalah hamba-hamba Allah itu berjalan di muka bumi dengan penuh khusyu’ dan tawadhu’.
Allah swt. Berfirman:
ولا تصعّر خذّك للناس ولا تمش فى الأرض مرحا إنّ الله لا يحبّ كلّ مختال فخور. (سورة لقمان: 18)
Artiny: “dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”

  C.   Hidayah Assunnah tentang Tawadhu’
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: "لا يدخل الجنّة من كان فى قلبه مثقال ذرّة من كبر، ولا يدخل النار من فى قلبه مثقال ذرّة من إيمان. فقال رجل: إنّ الرجل يحبّ أن يكون ثوبه حسنا؟ فقال: إنّ الله جميل يحبّ الجمال، الكبر بطر الحقّ وغمط الناس.  ". (رواه المسلم)
Artinya: “tidak akan masuk surge, barang siapa yang dalam hatinya terdapat kesombongan walau sekecil biji sawi, dan tidak akan masuk neraka barang siapa yang dalam hatinya terdapat iman walau sekecil biji sawi.” Seseorang bertanya, wahai Rasulullah, bagaimana jika seseorang suka berpakaian bagus? Beliau menjawab, “Allah swt. Maha Indah dan menyukai keindahan; sombong adalah berpaling dari yang al-Haq dan mencemooh manusia.” (H.r. Muslim)

Dan didalam hadts lain, Rasulullha Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما نقصت صدقة من مال، وما زاد الله عبدا بعفو إلاّ عزّا، ما تواضع أحد لله إلاّ رفعه الله. رواه المسلم
Artinya: “Shadaqah tidak mengurangi harta dan Allah tidak menambah hamba yang memaafkan kecuali kemulyaan. Tidaklah seseorang bertawadhu’ kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.
Dan Rasulullah juga mencela orang yang Takabbur didalam hadits kudsi beliau bersabda:
عن أبى هريرة رضي الله عنه عن النبي صلّى الله عليه وسلّم أنّه قال أنّه قال الله تعالى: الكبرياء ردائي، والعظمة إزاري، فمن نازعني فيهما ألقيته فى النار ولا أبالى. (رواه ابن ماجه)
Artinya: “ dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Nabi bersabda, Allah Ta’ala berfirman: kesombongan adalah pakaian-Ku, dan keagungan adalah kain penutup-Ku, maka barang siapa yang menariknya dari-Ku maka akan Aku jatuhkan kedalam neraka dan tidak akan usai.”
  D.   Contoh-contoh Tawadhu
1.     Tawadhu’ Dalam negara
Sangat layak bagi seorang pemimpin menjadikan Rasulullah sebagai teladannya, dimana  nabi Muhammad s.a.w sebagai seorang pemimpin umat hidup jauh daripada kemewahan, beliau hidup dengan penuh kesederhanaan, dan senang bergaul dengan fakir miskin, sebagaimana dalam hadits berikut:
وأخرج الحاكم في المستدرك برقم : [ 3735 ] فقال : عن أبي أمامة بن سهل بن حنيف عن أبيه رضى الله تعالى عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأتي ضعفاء المسلمين ويزورهم ويعود مرضاهم ويشهد جنائزهم.

Dari Abu Salamah: saya berkata kepada Abu Sa’id al-Khudri, “bagaimana penilaian anda tentang  cara berpakaian, minum, berkendaraan dan makannya orang sekarang?” Dia berkata, “hai saudaraku, makanlah karena Allah, minumlah karena Allah dan berpakaianlah karena Allah. Karena sesuatu yang dimasuki kesombongan, kebanggaan dan pamer atau agar terkenal adalah kemaksiatan dan pemborosan. Dan laksanakanlah dirumahmu pekerjaan-pekerjaan seperti yang dilaksanakan Rasulullah dikediaman beliau. Member makan, meberi minum dan menambatkan onta, menyapu rumah, memerah susu kambing, memperbaiki sandal, menambal baju, makan bersama pembantu beliau, menggilingkan tepung untuknyabila kecapaian, membeli sesuatu dari pasar, tidak malu membawanya sendiri dan menggandengnya dengan ujung baju beliau untuk dibawa kekeluarga, berjabat tangan bersama-sama orang kaya dan fakir miskin, besar dan kecil, mendahului salam kepada setiap orang yang menjumpainya, anak kecil maupun orang tua, hitam maupun merah, merdeka maupun budak, yaitu mereka yang mengerjakan shalat, yakni kaum mukmin.”

Tawadhu’ dalam berumah tangga, kita dapat mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ia bersikap tawadhu’ (rendah diri) dihadapan istri-istrinya, sampai-sampai beliau membantu istri-istrinya dalam menjalankan pekerjaan rumah tangga –meskipun ditengah kesibukan beliau menunaikan kewajiban beliau untuk menyampaikan risalah Allah atau kesibukan mengatur kaum muslimin.
Aisyah berkata, كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi sholat”. (HR Al-Bukhari)
Imam Al-Bukhari membawakan perkataan Aisyah ini dalam dua bab yaitu “Bab tentang bagaimanakah seorang (suami) di keluarganya (istrinya)?” dan “Bab seseorang membantu istrinya”.

عن عروة قال قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ قَالَتْ مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ. (رواه ابن حبّان)
Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu (di rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember”. (HR Ibnu Hibban)

  E.   Kesimpulan
dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa Tawadu’ merupakan salah satu akhlak mulia yang harus dimiliki oleh setiap umat islam. Tawadhu memiliki dia pengertian, yaitu:  Pertama, pasrah terhadap kebenaran serta menerima kebenaran tersebut dari siapa pun datangnya,baik miskin atau kaya,mulia atau hina,kuat atau lemah,lawan atau teman. Kedua, Lemah lembut adalah menundukkan pundak Anda terhadap orang lain.Artinya bergaul dengan orang lain secara lemah lembut,siapa pun mereka,baik pelayan atau yang dilayani,orang mulia atau terhina.
Dan dalam hal ini sebagaimana dalam sifat terpuji lainnya-, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merupakan suri tauladan terbaik. Bagaimana tidak sementara Allah Ta’ala telah memerintahkan beliau untuk merendah kepada kaum mukminin. Karenanya beliau senantiasa tawadhu’ dan bergaul dengan kaum mukminin dari seluruh lapisan, dari yang kaya sampai yang miskin, dari orang kota sampai arab badui. Beliau duduk berbaur bersama mereka, menasehati mereka, dan memerintahkan mereka agar juga bersifat tawadhu’. Kedudukan beliau yang tinggi tidak mencegah beliau untuk melakukan amalan yang merupakan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga. Karenanya sesibuk apapun beliau, beliau tetap menyempatkan untuk mengerjakan pekerjaan keluarganya di rumah.

F.    Saran
Tawadhu’ merupakan salah satu akhlak mulia yang akan mengantarak orang yang tawadhu’ kepada kemulyaan, baik disisi Allah maupun pada sesama makhluk hidup. Oleh karena itu, hendaknya setiap umat islam bersikap tawadhu’ dalam segala aktifitasnya baik dalam berbisnis, berumah tangga, bermasyarakat, bernegaraa dan lain-lain. Dan senantiasa meneladani Rasulullah dalam segala aktifitasnya, karena beliaulah panutan bagi umat islam.

  G.  Refrensi:
1.     Muhammad al-Mishri. Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW. Jakarta. Pena Pundi Aksara. 2009
2.     Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. 2008
3.     Ibnu Mandzur. Lisanul’arab. Bairut. Dar al-Fikr. 1990
4.     Ensiklopedi Tasawuf, disusun oleh Tim penyusun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.     Al-Qusyairy al-Nisaibury. Al-Risalah al-Qusyairiyah. Bairut. Darulkutub al-‘Ilmiyah. 2005
6.     Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Minhajul Muslim. Jakarta. Darul Haq. 2008


Tidak ada komentar:

Posting Komentar