Persoalan moral dan akhlak merupakan persoalan besar dan
persoalan yang menjadikannya sebagai penentu dalam setiap gerakan, tindakan dan
kebijakan. Maka persoalan moral harus mendapat perhatian semua pihak untuk
menciptakan impian setiap umat dalam kehidupan.
Salah satu persoalan yang harus mendapat perhatian kita
adalah persoalan TAKABUR yang berakibat dari beberapa sifat negatif, antara
lain: merasa memiliki, merasa menguasai, merasa lebih, merasa mampu, merasa
kuat, dll.
Akhirnya manusia sebagai makhluk Allah yang sangat
diharapkan untuk dapat membangun suatu keadilan yang merupakan sumber hasanah
fid dunya, tidak lagi berjalan sebagaimana diharapkan. Malah hasanah fid
dunya itu sendiri menjadi korban takaburnya penghuni alam ini.
Untuk itu manusia sebagai makhluk Allah yang sangat
menentukan terhadap hasanah fid dunya, rasanya wajib memiliki sifat
TAWADHU’ yang akan membentuk kepribadian dan jati diri kita dalam kehidupan.
Tanpa sifat ini, rasanya mustahil kita akan maju, malah akan terjadi benturan
dimana-mana.
Dan Tawadhu’ merupakan salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan
kepada hamba-hambanya. dengan tawadhu’, seorang hamba akan senantiasa
merendahkan diri dihadapan-Nya dan seluruh ciptaannya, sehingga ia akan
senantiasa terhindar dari sifat takabbur yang akan membawa ia pada kemunduran
dan kehinanaan, baik dihadapan manusia maupun dihadapan Allah.
Sedangkan teladan yang paling utama yang harus selalu menjadi panutan
oleh setiap umat islam ialah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah
pemimpin orang-orang yang tawadhu’. Ketika beliau member tahu derajat dan
posisi beliau di sisi Allah, beliau mengiringinya dengan ucapan, “…….. tanpa
ada kesombongan”. Beliau bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلاَ فَخْرَ، وَبِيَدِيْ
لِوَاءُ الْحَمْدِ، وَلاَ فَخْرَ، وَمَا مِنْ نَبِيٍّ يَوْمَئِذٍ آدَمَ فَمَنْ
سِوَاهُ إِلاَّ تَحْتَ لِوَائِيْ، وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ،
وَلاَ فَخْرَ. (رواه الترميذي)
Artinya: “Aku adalah pemimpin anak Adam pada hari Kiamat, tanpa ada
kesombongan. Di tanganku ada bendera puji-pujian, tanpa ada kesombongan. Tidak
ada seorang Nabi pun – Adam dan selainnya ketika itu, kecuali berada dibawah benderaku,
tanpa ada kesombongan. Aku adalah orang yang pertama yang memberikan syafaat
dan orang yang pertama dalam mendapat syafaat, tanpa ada kesombongan.” (HR
Tirmidzi)
A.
Pengertian Tawadhu’
Kata Tawadhu’ merupakan kata serapan
dari bahasa arab, yaitu تَوَاضُعْ yang berarti التَذَلُّل. sedangkan menurut bahasa dalam kamus
besar bahasa Indonesia, Tawadhu adalah rendah hati, patuh; taat. Tawadhu’
menurut istilah adalah memperlihatkan kerendahan kepada orang yang hendak
diagungkan. Sedangkan menurut Hasan al-Bashri, Tawadhu’ yaitu ketika
kamu keluar rumah dan melihat orang lain selalu memiliki kelebihan dibandingkan
dengan dirimu.
Tawadu’ merupakan sikap rendah hati
yang dimiliki oleh orang yang dapat mengendalikan nafsunya tatkala mendapat
yang lebih dari orang lain, dan dapat menyebabkan orang sombong. Sikap ini akan
membuahkan perilaku baik, baik kepada Allah maupun kepada sesama makhluk-Nya.
Fudail bin ‘Iyad, mengatakan, bahwa orang mutawadhi’ ialah orang yang
tunduk dan taat melaksanakan yang haq (benar) serta mau menerima kebenaran dari
siapapun.
Yahya bin Mu’ad menegaskan,
“kerendahan hati adalah sifat yang sangat baik bagi setiap orang, tapi ia
paling baik bagi orang yang kaya. Kesombongan adalah sifat yang menjijikan bagi
setiap orang, tetapi yang paling menjijikan jika terdapat pada orang yang
miskin.”
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan
bahwa tawadhu’ memiliki dua makna, yaitu:
1. Pasrah
Tawadhu’ memiliki dua makna. Pertama,pasrah terhadap kebenaran serta menerima kebenaran tersebut dari siapa pun datangnya,baik miskin atau kaya,mulia atau hina,kuat atau lemah,lawan atau teman.
Tawadhu’ memiliki dua makna. Pertama,pasrah terhadap kebenaran serta menerima kebenaran tersebut dari siapa pun datangnya,baik miskin atau kaya,mulia atau hina,kuat atau lemah,lawan atau teman.
2. Lemah
lembut
Makna
kedua dari tawadhu’ adalah menundukkan pundak Anda terhadap orang lain.Artinya
bergaul dengan orang lain secara lemah lembut,siapa pun mereka,baik pelayan
atau yang dilayani,orang mulia atau terhina.
B.
Hidayah al-Qur’an tentang Tawadhu’
Tawadhu merupakan sifat hamba-hamba
Allah. Hal ini tercantum dalam firman-Nya,
وَعِبَادُ
الرَّحْمنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ
الْجهِلُوْنَ قَالُوْا سَلَمًا. (الفرقان: 63)
Artinya:
“adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu
adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati…..”
Syaikh Abu Ali ad-daqqaq mengatakan,
bahwa makna ayat ini adalah hamba-hamba Allah itu berjalan di muka bumi dengan
penuh khusyu’ dan tawadhu’.
Allah swt. Berfirman:
ولا تصعّر خذّك
للناس ولا تمش فى الأرض مرحا إنّ الله لا يحبّ كلّ مختال فخور. (سورة لقمان: 18)
Artiny: “dan janganlah kamu
memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi
dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membanggakan diri.”
C.
Hidayah Assunnah tentang Tawadhu’
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه
وسلّم: "لا يدخل الجنّة من كان فى قلبه مثقال ذرّة من كبر، ولا يدخل النار من
فى قلبه مثقال ذرّة من إيمان. فقال رجل: إنّ الرجل يحبّ أن يكون ثوبه حسنا؟ فقال:
إنّ الله جميل يحبّ الجمال، الكبر بطر الحقّ وغمط الناس. ". (رواه المسلم)
Artinya: “tidak akan masuk surge, barang siapa yang dalam hatinya
terdapat kesombongan walau sekecil biji sawi, dan tidak akan masuk neraka
barang siapa yang dalam hatinya terdapat iman walau sekecil biji sawi.”
Seseorang bertanya, wahai Rasulullah, bagaimana jika seseorang suka berpakaian
bagus? Beliau menjawab, “Allah swt. Maha Indah dan menyukai keindahan; sombong
adalah berpaling dari yang al-Haq dan mencemooh manusia.” (H.r. Muslim)
Dan didalam hadts lain, Rasulullha
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما نقصت صدقة من مال، وما زاد الله عبدا بعفو إلاّ عزّا، ما تواضع أحد لله
إلاّ رفعه الله. رواه المسلم
Artinya: “Shadaqah tidak mengurangi
harta dan Allah tidak menambah hamba yang memaafkan kecuali kemulyaan. Tidaklah
seseorang bertawadhu’ kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.”
Dan
Rasulullah juga mencela orang yang Takabbur didalam hadits kudsi beliau
bersabda:
عن
أبى هريرة رضي الله عنه عن النبي صلّى الله عليه وسلّم أنّه قال أنّه قال الله تعالى:
الكبرياء ردائي، والعظمة إزاري، فمن نازعني فيهما ألقيته فى النار ولا أبالى.
(رواه ابن ماجه)
Artinya: “ dari Abi Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Nabi bersabda,
Allah Ta’ala berfirman: kesombongan adalah pakaian-Ku, dan keagungan adalah
kain penutup-Ku, maka barang siapa yang menariknya dari-Ku maka akan Aku
jatuhkan kedalam neraka dan tidak akan usai.”
D.
Contoh-contoh
Tawadhu
1.
Tawadhu’
Dalam negara
Sangat layak
bagi seorang pemimpin menjadikan Rasulullah sebagai teladannya, dimana nabi Muhammad s.a.w sebagai seorang pemimpin
umat hidup jauh daripada kemewahan, beliau hidup dengan penuh kesederhanaan,
dan senang bergaul dengan fakir miskin, sebagaimana dalam hadits berikut:
وأخرج الحاكم
في المستدرك برقم : [ 3735 ] فقال : عن أبي أمامة بن سهل بن حنيف عن أبيه رضى الله
تعالى عنه قال:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأتي ضعفاء المسلمين ويزورهم ويعود مرضاهم ويشهد
جنائزهم.
Dari Abu Salamah: saya
berkata kepada Abu Sa’id al-Khudri, “bagaimana penilaian anda tentang cara berpakaian, minum, berkendaraan dan
makannya orang sekarang?” Dia berkata,
“hai saudaraku, makanlah karena Allah, minumlah karena Allah dan berpakaianlah
karena Allah. Karena sesuatu yang dimasuki kesombongan, kebanggaan dan pamer
atau agar terkenal adalah kemaksiatan dan pemborosan. Dan laksanakanlah
dirumahmu pekerjaan-pekerjaan seperti yang dilaksanakan Rasulullah dikediaman
beliau. Member makan, meberi minum dan menambatkan onta, menyapu rumah, memerah
susu kambing, memperbaiki sandal, menambal baju, makan bersama pembantu beliau,
menggilingkan tepung untuknyabila kecapaian, membeli sesuatu dari pasar, tidak
malu membawanya sendiri dan menggandengnya dengan ujung baju beliau untuk
dibawa kekeluarga, berjabat tangan bersama-sama orang kaya dan fakir miskin, besar
dan kecil, mendahului salam kepada setiap orang yang menjumpainya, anak kecil
maupun orang tua, hitam maupun merah, merdeka maupun budak, yaitu mereka yang
mengerjakan shalat, yakni kaum mukmin.”
Tawadhu’ dalam berumah tangga,
kita dapat mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ia
bersikap tawadhu’ (rendah diri) dihadapan istri-istrinya, sampai-sampai beliau
membantu istri-istrinya dalam menjalankan pekerjaan rumah tangga –meskipun
ditengah kesibukan beliau menunaikan kewajiban beliau untuk menyampaikan
risalah Allah atau kesibukan mengatur kaum muslimin.
Aisyah berkata, كَانَ فِي
مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba
waktu sholat maka beliaupun pergi sholat”. (HR Al-Bukhari)
Imam Al-Bukhari membawakan perkataan
Aisyah ini dalam dua bab yaitu “Bab tentang bagaimanakah seorang (suami) di
keluarganya (istrinya)?” dan “Bab seseorang membantu istrinya”.
عن عروة قال قُلْتُ
لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ قَالَتْ مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي
مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ. (رواه ابن حبّان)
Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai
Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam jika ia bersamamu (di rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan
(seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang
membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat
air di ember”. (HR Ibnu Hibban)
E.
Kesimpulan
dari uraian diatas dapat
disimpulkan, bahwa Tawadu’ merupakan salah satu akhlak mulia yang harus dimiliki
oleh setiap umat islam. Tawadhu memiliki dia pengertian, yaitu: Pertama, pasrah terhadap kebenaran
serta menerima kebenaran tersebut dari siapa pun datangnya,baik miskin atau
kaya,mulia atau hina,kuat atau lemah,lawan atau teman. Kedua, Lemah lembut adalah
menundukkan pundak Anda terhadap orang lain.Artinya bergaul dengan orang lain
secara lemah lembut,siapa pun mereka,baik pelayan atau yang dilayani,orang
mulia atau terhina.
Dan dalam hal
ini sebagaimana dalam sifat terpuji lainnya-, Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam merupakan suri tauladan terbaik. Bagaimana tidak sementara Allah
Ta’ala telah memerintahkan beliau untuk merendah kepada kaum mukminin.
Karenanya beliau senantiasa tawadhu’ dan bergaul dengan kaum mukminin dari
seluruh lapisan, dari yang kaya sampai yang miskin, dari orang kota sampai arab
badui. Beliau duduk berbaur bersama mereka, menasehati mereka, dan
memerintahkan mereka agar juga bersifat tawadhu’. Kedudukan beliau yang tinggi
tidak mencegah beliau untuk melakukan amalan yang merupakan kewajibannya
sebagai kepala rumah tangga. Karenanya sesibuk apapun beliau, beliau tetap
menyempatkan untuk mengerjakan pekerjaan keluarganya di rumah.
F.
Saran
Tawadhu’ merupakan salah satu akhlak
mulia yang akan mengantarak orang yang tawadhu’ kepada kemulyaan, baik disisi
Allah maupun pada sesama makhluk hidup. Oleh karena itu, hendaknya setiap umat
islam bersikap tawadhu’ dalam segala aktifitasnya baik dalam berbisnis, berumah
tangga, bermasyarakat, bernegaraa dan lain-lain. Dan senantiasa meneladani
Rasulullah dalam segala aktifitasnya, karena beliaulah panutan bagi umat islam.
G.
Refrensi:
1.
Muhammad
al-Mishri. Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW. Jakarta. Pena Pundi Aksara.
2009
2.
Departemen
Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesi. Jakarta. PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2008
3.
Ibnu
Mandzur. Lisanul’arab. Bairut. Dar al-Fikr. 1990
4.
Ensiklopedi
Tasawuf, disusun oleh Tim penyusun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
Al-Qusyairy
al-Nisaibury. Al-Risalah al-Qusyairiyah. Bairut. Darulkutub al-‘Ilmiyah. 2005
6.
Syaikh
Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Minhajul Muslim. Jakarta. Darul Haq. 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar